Iklan

FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTA TENTANG GASTRITIS


Gastritis atau sakit Maag adalah salah satu penyakit yang amat sering dijumpai dimasyarakat. Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa. Penyakit gastritis bisa sangat berbahaya bila tidak diperhatikan sejak dini. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional, yaitu mencapai 70 - 80% dari seluruh kasus.
Gastritis fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan kecemasan (Saydam 2011 dalam Rismayanti,dkk 2013). Pehaman yang sangat minim terkait gejala dan bahaya penyakit membuat kita terlena bahkan mengangap bahwa penyakit gastritis adalah penyakit yang biasa saja.  Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita.

1.    Pengertian
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan. Menurut Hirlan, gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Gastritis juga adalah penyakit yang paling sering dijumpai diklinik. Secara garis besar gastritis bias dibagi kedalam tiga tipe yaitu monahopik, atropik dan bentuk khusus. Selain pembagian tersebut, terdapat satu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gastropati karena secara hispatologic tidak menggambarkan radang. Infeksi kuman helicobacter pilory merupakan kausa gastritis yang paling penting (Suparyanto, 2012).
Gastritis bukanlah penyakit tunggal, tetapi beberapa kondisi yang mengacu pada peradangan lambung. Biasanya peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan borok lambung yaitu helicobacter pylory .
Menurut data dari World Health Organization (WHO), tahun 2001 kejadian gastritis menempati urutan ke-8 dari 10 penyakit peringkat utama  bahkan di perkirakan  di derita lebih dari 1,7 milyar orang di dunia.  Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk (Depkes, 2009).

2.     Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gastritis

1.  Pola  Makan
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan Keteraturan makan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

2.   Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif.  Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). 
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, maka asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan menyebabkan timbulnya gastritis.
Hasil penelitian Sulastri, dkk (2012) yaitu frekuensi makan mempengaruhi penyakit gastritis. Sebesar 75,8% responden dengan frekuensi makan yang kurang baik mengalami kekambuhan penyakit gastritis (Sulastri dkk, 2012).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh Gerhardus Gunawan (2016) yang menyatakan bahwa responden yang memikili frekuensi makan kurang baik beresiko 1,31 kali untuk menderita gastritis dibandingkan dengan responden yang frekuensi makannya baik.

3.  Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Hasil penelitian (Mawaddah Rahma1, Jumriani Ansari, Rismayanti) tahun 2012. menunjukkan bahwa jenis makanan merupakan faktor risiko kejadian gastritis. Risiko kejadian gastritis untuk responden yang sering mengonsumsi jenis makanan berisiko antara lain jenis makanan yang mengandung soda, makanan yang pedas, makanan bersantan, dan makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah, berisiko 2,42 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering mengonsumsi jenis makanan berisiko tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Murjayanah (2010) yang mengemukakan bahwa riwayat mengonsumsi makanan yang merangsang peningkatan asam lambung (OR=4,84) lebih berisiko untuk terkena gastritis.
Hasil penelitian yang sama juga disampaikan oleh Gerhardus Gunawan (2016) menunjukkan bahwa jenis makanan merupakan salah satu faktor risiko kejadian gastritis. Responden yang mengkonsumsi jenis makanan yang beresiko terhadap kejadian gastritis, beresiko 1.62 kali untuk menderita gastritis, dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi makanan yang beresiko.

4.  Keteraturan makan
Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu makan setiap hari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus.Jika rata-rata lambung kosong antara 3-4 jam, maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh. Ketidakteraturan ini berhubungan dengan waktu makan. Biasanya, ia berada dalam kondisi terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi lambung dan pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keteraturan makan merupakan faktor risiko kejadian gastritis. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, dkk (2013) menunjukkan bahwa makan tidak teratur berpengaruh terhadap penyakit gastritis. Risiko kejadian gastritis untuk responden yang makan tidak teratur 1,85 kali lebih besar menderita gastritis dibandingkan dengan yang makan teratur.
Hasil penelitian yang sama juga disampaikan oleh Gerhardus Gunawan (2016) menunjukkan bahwa keteraturan makan merupakan salah satu faktor risiko kejadian gastritis. Responden yang makan tidak teratur memiliki beresiko 1.20 kali menderita gastritis dibandingkan responden yang makan teratur  
5.   Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Hasil penelitian Mawaddah Rahma (2012), analisis variabel kebiasaan meminum kopi dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa, responden yang mengkomsumsi ≤3 kopi cangkir/hari berisiko 3,36 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering meminum kopi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerhardus Gunawan (2016) terkait analisis variabel kebiasaan meminum kopi dengan kejadian gastritis menunjukkan hasil yang signifikan bahwa Responden yang mengkonsumsi kopi lebih beresiko 1.90 kali menderita gastritis dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi kopi .

6.   Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008). Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, salah satunya adalah  gastritis (Shinya, 2008).

7.   Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi helicobacter  pylori.
Hasil penelitian Mawaddah Rahmat (2012) tentang analisis variabel merokok dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa responden yang merokok  ≥ 10 batang per hari berisiko 3,69 kali menderita gastritis dibandingkan dengan merokok < 10 batang per hari. Hasil penelitian Gerhardus Gunawan (2016) tentang analisis variabel merokok dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa responden yang 0.64 kali menderita gastritis, dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

8.  AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001). Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. 
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenas emerupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).
Berdasarkan penelitian Mawaddah Rahma (2012), hasil analisis variabel penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa responden pengguna  obat anti inflamasi non steroid dengan waktu yang lama berisiko 2,72 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak pernah menggunakan obat anti inflamasi non steroid.

9.  Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain dari  stress adalah ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005).
a.    Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
b.    Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Hasil penelitian Hanik Murjayanah (2011) tentang faktor resiko kejadian gastritis (studi di RSU.dr.R.Soetrasno Rembang), Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat adanya stress psikis dengan kejadian gastritis.  Responden yang memiliki riwayat adanya stress psikis, berrisiko 3,2 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dedngan responden yang tidak memiliki riwayat adanya stress psikis.

10. Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung atau gastritis (Beyer 2004).
Berdasarkan penelitian (Mawaddah Rahma1, Jumriani Ansar1, Rismayanti) tahun 2012 pada hasil analisis variabel konsumsi alkohol dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi minuman beralkohol berisiko 1,86 kali menderitaw gastritis dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Gerhardus Gunawan (2016) pada hasil analisis variabel konsumsi alkohol dengan kejadian gastritis menunjukkan bahwa orang yang mengkonsumsi alkohol  beresiko 4,1 kali terkena gastritis dibandingkan dengan orang dengan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.

11. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).

12. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian gastritis. Tidak ada hal yang mendasar dalam variabel ini, tetapi ini sangat berkaitan dengan perbedaan gaya hidup dalam hubungan dengan diet. Diet sering kali dilakukan untuk menjaga berat badan agar tetap normal tidak berberat badan lebih ataupun obeositas. Namun demikian banyak sekali yang melakukan diet dengan cara yang salah. Ada yang tidak mengkonsumsi makanan sedikipun dalam waktu sehari. Hal-hal seperti inilah yang memicu terjadinya kejadian penyakit lain, salah satunya gastritis.
Hasil penelitian Hanik Murjayanah (2011) tentang faktor risiko kejadian gastritis (studi di RSU.dr.R.Soetrasno Rembang) menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko 3,05 kali untuk terkena gastritis dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-laki.
Hasil penelitian Gerhardus Gunawan (2016) menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan, beresiko 1.01 kali menderita gastritis, dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki.
Dari  hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan berisiko terkena gastritis. Hal ini disebabkan karena perempuan takut gemuk sehingga sering diet terlalu ketat. (Ronald,  1996 )  

13. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesit  (Suyono, 2001).
Hasil penelitian Murjayanah (2011) tentang faktor risiko kejadian gastritis menunjukkan bahwa responden bahwa umur > 40 tahun mempunyai risiko untuk terkena gastritis 17,33 kali di bandingkan dengan responden yang umurnya ≤ 40 tahun.
Hasil penelitian Gerhardus Gunawan (2016) tentang faktor risiko kejadian gastritis menunjukkan bahwa Responden yang memiliki usia > 40 tahun, beresiko 2.04 kali menderita gastritis dibandingkan dengan responden yang berusia ≤ 40 tahun.


1 Response to "FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTA TENTANG GASTRITIS"