Tak Punya Jamban, Masyarakat Dusun Tuk sari Buang Air Besar dari Helikopter.
—
Kamis, 25 Oktober 2018
—
Add Comment
—
Motivasi
Perilaku buang air besar sembarangan (BABS)/Open defecation termasuk salah satu
contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open
defecation adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang,
hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan
menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.
Manusia mengeluarkan tinja rata – rata seberat 100 - 200 gram
per hari, namun berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan. Setiap
orang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 – 140
gram kering perorang/hari dan perkiraan
berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 – 270 gram perorang/hari.
Dalam keadaan normal susunan tinja sekitar ¾ merupakan air dan ¼ zat padat
terdiri dari 30% bakteri mati, 10 – 20% lemak, 10 – 20% zat anorganik, 2 – 3%
protein dan 30 % sisa – sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja
yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan
rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada
jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Sedangkan Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation
Free) adalah Desa/kelurahan yang
100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat, yaitu mencapai
perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat.
Perilaku Open Defecation tidak hanya terjadi di
wilayah pedesaan yang minim informasi kesehatan tetapi juga daerah Sub Urban.
Kabupaten Cirebon adalah salah satu Kabupaten yang belum ODF. Puskesmas losari
sebagai salah satu Puskesmas perbatasan Jawa barat dan Jawa tengah sangat
gencar melakukan kegiatan Pemicuan STBM demi mengejar target bahwa semua Desa
harus ODF.
Pada saat pemicuan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dusun Tuk sari, disalah satu Desa diwilayah Puskesmas Losari,
Petugas sanitasi dan Pencerah Nusantara menemukan hal menarik di sana. Menarik
bukan karena Kondisi sanitasinya bagus, tapi karena ada temuan menarik yang
seolah memaksa Nalar untuk sesegera mungkin percaya dengan kenyataan yang ada
di Depan Mata.
Bagaimana tidak, masyarakat Dusun ini yang nota bene melek
informasi kesehatan, dengan SDM dan kondisi ekonomi yang cukup memadai masih
Membuang Air besar di sungai. Sementara desa itu terletak di jalur Pantura dan tergolong
masyarakat Semi Urban. Dari 20 peserta
yang datang,yang punya WC hanya 20 orang. Untuk Kondisi masyarakat semi
Urban hal inilah yang saya maksudkan menarik untuk di kaji.
Memulai menemukan masalah
dalam kasus ini, saya memulainya dengan berseloroh dan menanyakan bangunan apa
yang berjejer di pinggir sungai itu, apakah itu tempat pemancingan ?
Pertanyaan ini sontak direspon dengan gelak tawa. “Itu helicopter
pak”, demikian jawaban spontan seorang Ibu. Ini menambah rasa penasaran saya.
Nalar saya seketika buntu ketika baberapa bangunan berukuran 2 x 2 meter yang
berjejer di pinggir sungai itu sebut helikopter.
Sepertinya Helikopter itu adalah Istilah sehari hari mereka untuk Jamban yang berdiri jejer di pinggir
Sungai, tanpa kloset, tanpa septic tank,
tanpa dinding, tanpa atap. Jamban ini adalah jamban yang tidak memenuhi satu
pun unsur jamban sehat. Mereka Buang Air Besar di Sungai, dan sungai itu akan
melewati beberapa Desa lain sebelum sampai ke laut.
Langkah selanjutnya saya menanyakan apa keistimewaan jamban
itu, dan mereka dengan ramai mereka menjawab, “ kami bisa buang air sambil cuci
mata, dan anginnya banyak”. Sepertinya aktivitas buang air besar ditempat itu
tidak hanya dilakukan malam hari saja tapi
rutin dilakukan kapan saja saat mereka ingin buang air Besar.
Sebagai seorang pencerah , kami tidak mau terjebak dalam kubangan
persoalan, kami kemudian berpikir untuk memunculkan peluang merubah perilaku
disana.
Melihat deretan jamban yang terbangun rapi itu, saya mencoba untuk
menjelaskan bahaya tinja bagi kesehatan. Tidak hanya itu saya berusaha menemukan
solusi disana, dengan rentetan pertanyaan, Mengapa jamban itu di bangun, Siapa
yang bangun, atas persejutuan siapa dan bagaimana itu di bangun?
Mereka pun menjawab ramai,” itu (Jamban) sudah di bangun
sejak lama, dibangun atas kesepakatan
bersama dan terjadi pembagian peran disana, siapa menyediakan apa, hingga
jamban itu berdiri kokoh.
Proses kerja sama yang sangat masif itu tentunya sangat
bagus, hanya saja perlu di alihkan ke hal yang lebih positive, misalnya kerja
sama untuk membangun Jamban sehat secara bergilir. Hal ini kemudian yang dijadikan
motivasi bahwa sebenarnya mereka sudah punya sesuatu yang baik bahwa sistem gotong
royong dan kerja samanya masih bagus.
Buang Air BEsar Sembarangan (BABS) tidak hanya menimbulkan
penyakit, tetapi merusak nilai-nilai
estetika. Perilaku ini juga membawa ancaman besar bagi generasi muda, anak usia sekolah
dan anak-anak kecil. Tidak akan ada perilaku Bersih dan Sehat, Jika tidak
dibiasakan dari lingkup terkecil kehidupan yaitu keluarga. Pendidikan dan
penyuluhan kesehatan hanya faktor kesekian yang bisa merubah perilaku.
Pada Akhir kegiatan pemicuan STBM ini, Petugas Sanitasi
Puskesmas Losari, Rukmi memfasilitasi
Penggalangan komitmen. semua peserta yang hadir diminta komitmennya, kapan akan
membangun jamban sehat. Semua mereka menyampaikan komitmennya, ada yang akan
dibangun bulan depan, ada juga baru akan dibangun tahun depan, mengingat
kondisi ekonomi masing-masing berbeda. Petugas sanitasi akan melihat perubahan jamban
ini pada waktu yang ditentukan sesuai komitmen masing-masing.
Semoga semua komitmen itu akan segera terwujud sehingga masyarakat bisa hidup sehat dan terhindar dari penyakit akibat BABS.
Semoga semua komitmen itu akan segera terwujud sehingga masyarakat bisa hidup sehat dan terhindar dari penyakit akibat BABS.
0 Response to "Tak Punya Jamban, Masyarakat Dusun Tuk sari Buang Air Besar dari Helikopter. "