Iklan

Tak Punya Jamban, Masyarakat Dusun Tuk sari Buang Air Besar dari Helikopter.

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS)/Open defecation termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat. BABS/Open defecation adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak – semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.

Manusia mengeluarkan tinja rata – rata seberat 100 - 200 gram per hari, namun berat tinja yang dikeluarkan tergantung pola makan. Setiap orang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 – 140 gram kering perorang/hari  dan perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 – 270 gram perorang/hari. Dalam keadaan normal susunan tinja sekitar ¾ merupakan air dan ¼ zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10 – 20% lemak, 10 – 20% zat anorganik, 2 – 3% protein dan 30 % sisa – sisa makanan yang tidak dapat dicerna.

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan, Pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100% pada seluruh komunitas. Sedangkan Desa/Kelurahan ODF (Open Defecation Free)  adalah Desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat, yaitu mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Perilaku  Open Defecation tidak hanya terjadi di wilayah pedesaan yang minim informasi kesehatan tetapi juga daerah Sub Urban. Kabupaten Cirebon adalah salah satu Kabupaten yang belum ODF. Puskesmas losari sebagai salah satu Puskesmas perbatasan Jawa barat dan Jawa tengah sangat gencar melakukan kegiatan Pemicuan STBM demi mengejar target bahwa semua Desa harus ODF.


Pada saat  pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Dusun Tuk sari,  disalah satu Desa diwilayah Puskesmas Losari, Petugas sanitasi dan Pencerah Nusantara menemukan hal menarik di sana. Menarik bukan karena Kondisi sanitasinya bagus, tapi karena ada temuan menarik yang seolah memaksa Nalar untuk sesegera mungkin percaya dengan kenyataan yang ada di Depan Mata. 

Bagaimana tidak, masyarakat Dusun ini yang nota bene melek informasi kesehatan, dengan SDM dan kondisi ekonomi yang cukup memadai masih Membuang Air besar di sungai. Sementara desa itu terletak di jalur Pantura dan tergolong masyarakat Semi Urban. Dari 20 peserta yang datang,yang punya WC hanya 20 orang. Untuk Kondisi masyarakat semi Urban hal inilah yang saya maksudkan menarik untuk di kaji. 

 
Memulai menemukan  masalah dalam kasus ini, saya memulainya dengan berseloroh dan menanyakan bangunan apa yang berjejer di pinggir sungai itu, apakah itu tempat pemancingan ?
Pertanyaan ini sontak direspon dengan gelak tawa. “Itu helicopter pak”, demikian jawaban spontan seorang Ibu. Ini menambah rasa penasaran saya. Nalar saya seketika buntu ketika baberapa bangunan berukuran 2 x 2 meter yang berjejer di pinggir sungai itu sebut helikopter.  
Sepertinya Helikopter itu adalah  Istilah sehari hari  mereka untuk Jamban yang berdiri jejer di pinggir Sungai, tanpa kloset, tanpa septic tank, tanpa dinding, tanpa atap. Jamban ini adalah jamban yang tidak memenuhi satu pun unsur jamban sehat. Mereka Buang Air Besar di Sungai, dan sungai itu akan melewati beberapa Desa lain sebelum sampai ke laut.

Langkah selanjutnya saya menanyakan apa keistimewaan jamban itu, dan mereka dengan ramai mereka menjawab, “ kami bisa buang air sambil cuci mata, dan anginnya banyak”. Sepertinya aktivitas buang air besar ditempat itu tidak hanya dilakukan malam hari saja tapi  rutin dilakukan kapan saja saat mereka ingin buang air Besar.

Sebagai seorang pencerah , kami tidak mau terjebak dalam kubangan persoalan, kami kemudian berpikir untuk memunculkan peluang merubah perilaku disana. 
Melihat deretan jamban yang terbangun rapi itu, saya mencoba untuk menjelaskan bahaya tinja bagi kesehatan. Tidak hanya itu saya berusaha menemukan solusi disana, dengan rentetan pertanyaan, Mengapa jamban itu di bangun, Siapa yang bangun, atas persejutuan siapa dan bagaimana itu di bangun? 

Mereka pun menjawab ramai,” itu (Jamban) sudah di bangun sejak lama,  dibangun atas kesepakatan bersama dan terjadi pembagian peran disana, siapa menyediakan apa, hingga jamban itu berdiri kokoh.

Proses kerja sama yang sangat masif itu tentunya sangat bagus, hanya saja perlu di alihkan ke hal yang lebih positive, misalnya kerja sama untuk membangun Jamban sehat secara bergilir. Hal ini kemudian yang dijadikan motivasi bahwa sebenarnya mereka sudah punya sesuatu yang baik bahwa sistem gotong royong dan kerja samanya masih bagus.  

Buang Air BEsar Sembarangan (BABS) tidak hanya menimbulkan penyakit, tetapi merusak nilai-nilai  estetika. Perilaku ini juga membawa  ancaman besar bagi generasi muda, anak usia sekolah dan anak-anak kecil. Tidak akan ada perilaku Bersih dan Sehat, Jika tidak dibiasakan dari lingkup terkecil kehidupan yaitu keluarga. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan hanya faktor kesekian yang bisa merubah perilaku.

Pada Akhir kegiatan pemicuan STBM ini, Petugas Sanitasi Puskesmas Losari, Rukmi memfasilitasi Penggalangan komitmen. semua peserta yang hadir diminta komitmennya, kapan akan membangun jamban sehat. Semua mereka menyampaikan komitmennya, ada yang akan dibangun bulan depan, ada juga baru akan dibangun tahun depan, mengingat kondisi ekonomi masing-masing berbeda. Petugas sanitasi akan melihat perubahan jamban ini pada waktu yang ditentukan sesuai komitmen masing-masing.

Semoga semua komitmen itu akan segera terwujud sehingga masyarakat bisa hidup sehat dan terhindar dari penyakit akibat BABS.

0 Response to "Tak Punya Jamban, Masyarakat Dusun Tuk sari Buang Air Besar dari Helikopter. "